Angin Oktober kembali
berhembus. Aroma tanah basah yang disapu air hujan, menyeruak hidung. Aroma
khas yang mengingatkanku satu tahun silam. Kala rasa ini muncul tuk pertama
kalinya. Kala rasa ini kuat bergetar. Kala sesosok yang hadir mengisi relung
jiwa. Sosok yang mampu mengadu argumen hati dan logika.
Padanya ku letakkan
kekaguman. Padanya ku taruh kasih sayang. Padanya pula ku pendam kekecewaan.
Perih menyayat hati. Buncah rasa marah, kesal, kecewa, juga miris. Dua sejoli
yang serasi. Ingin rasanya ku tarik lagi rasa ini. Namun apa daya, rasa ini
telah terlanjur jatuh padanya.
Antara menyerah atau
pantang menyerah. Tidak kupilih keduanya. Kubiarkan rasa ini mengikuti arus
waktu kehidupan. Biarkan waktu yang menjawabnya. Detik demi detik, rasa ini
makin kuat mengakar, makin kuat pula menyiksa. Tidak ada logika yang mampu
memecahkan ini semua. Luruh raga ini melawan emosi di dalamnya. Yang kulakukan
hanya bisa memandang dari kejauhan. Bahkan itupun terhalang oleh benteng yang
begitu kokoh.
Di sini ku berdiri sekarang, di Oktober baru. Yang kurasa, getaran ini
mulai memudar. Tapi entahlah, Tuhan telah mengatur segalanya. Tuhan tahu yang
terbaik untuk umat-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar