“106.1 Geronimo FM... Music History, disiarkan langsung
dari Gayam, Yogyakarta, kembali hadir menemani waktu santai kalian para kanca muda, ditemani Rifky Mahendra
cowok ganteng nan keren ini, hehe. Dalam 60 menit ke depan, Music History akan nge-share berbagai topik-topik menarik
seputar dunia musik, yang tentunya akan nambah wawasan kalian kanca muda. Tak ketinggalan, di akhir
acara akan ada quiz seru yang pemenangnya akan diumumkan tiap minggunya. So,
jangan kemana-mana, stay tune... Raisa with
Pemeran Utama, enjoy!”
Di seberang sana, seseorang sedang duduk
termangu mendengarkan celotehan si penyiar radio...
“Kanca muda, tak terasa hampir 60 menit
kita sharing bareng seputar dunia musik. Nah, sekarang saatnya quiz! Bagi kanca muda yang mau ikutan quiz, simak
pertanyaannya baik-baik. Pertanyaannya gampang, kisaran tahun berapakah musik
rock muncul pertama kali? Nah, bagi yang anteng
dengerin Music History dari awal sampai akhir, pasti tau jawabannya. Langsung
aja telepon ke nomor 081-810324 sekali lagi telepon ke nomor 081-810324.”
“Ayo
kanca muda, bagi yang udah tau
jawabannya langsung aja telepon ke nomor 081-810324. Oh..ternyata udah ada
telepon yang masuk. Halo, selamat sore. Dengan siapa, di mana?”
“Selamat
sore. Dengan Hendra di Tamansiswa.”
Suara
itu... rasanya tak asing lagi di telingaku, tapi...
batin Rifky.
“Yak, dengan Mas Hendra di Tamansiswa.
Langsung aja Mas Hendra jawabannya?”
“Pertengahan tahun 1950-an.”
“Oke, terimakasih atas jawabannya Mas
Hendra di Tamansiswa. Pemenang akan diumumkan akhir pekan nanti. Yak, langsung
saja penelpon kedua. Halo?...”
----
Sore itu, langit sedang murung. Seakan
ingin meluapkan kesedihannya melalui ritmis andalannya. Seusai melakoni
perannya sebagai penyiar radio, Rifky bergegas pulang ke kos kesayangannya
sebelum terlanjur basah. Menunggu memang membosankan. Itulah yang dirasakan
Rifky saat menanti kedatangan bus kota yang akan mengantarkannya pulang.
Dilihatnya layar ponsel miliknya. Pukul
16.40, pantas saja... batin Rifky. Di sela-sela penantiannya, ia menangkap
bayangan sosok ibu bersama kedua anaknya yang kembar di halte seberang. Deg. Jantung Rifky seakan berhenti
sepersekian detik. Pikirannya melayang ke memori masa lalu. Karena terlalu asyik
dengan tarian memorinya, Rifky tak menyadari kedatangan bus kota yang telah ia
nanti sejak lama. Hingga seorang penjual angkringan
menyadarkan lamunannya.
Rifky tersadar dari memori lalu yang
berhasil menghipnotisnya.
“Oh, baik. Terimakasih, Bu.”
Segera ia menaiki bus kota jurusannya,
karena langit mulai menjatuhkan rintik hujan.
Hari
Sabtu. Tak ada kesibukan yang padat. Rifky kembali menjalankan profesinya
dengan leluasa karena tak ada aktivitas perkuliahan yang melelahkan. Suara
renyah Rifky kembali mewarnai gelombang frekuensi radio.
“Selamat
sore, kanca muda. Nggak kerasa udah
weekend aja ya. Bagi para jomblo yang keki nggak ada gebetan eh nggak ada
kerjaan, jangan galau. Hehe. Sesuai janji beberapa hari yang lalu, Rifky bakal
ngumumin pemenang quiz Music History. Berdoalah bagi kalian yang jomblo, semoga
nasib baik menghampiri kalian. Lumayan lho hadiahnya, bisa buat makan enak
bareng temen untuk beberapa hari ke depan. Itung-itung program tambah gizi lah
buat kalian yang tiap hari makan mie instan doang di kos-kosan, hehe. Oke,
langsung aja Rifky bacain pemenangnya. Dan pemenangnya adalah... jeng jeng...
Selamat untuk Hendra di Tamansiswa!!! *prokprokprok* Hadiah bisa diambil langsung
di Geronimo FM sampai pukul 22.00 WIB sabtu malam ini juga. Buat kalian yang belum
beruntung, jangan sedih. Bisa coba lagi di lain kesempatan. Oke, guys? Good luck!”
Pukul 20.00 WIB...
Seseorang telah menunggu di lobi Radio
Geronimo.
“Lho, Mas Rifky tumben duduk sendirian
di lobi?”, tanya seorang office boy.
Orang tersebut hanya menjawabnya dengan senyuman. Sekitar 15 menit menunggu,
akhirnya tiba petugas yang membawakan hadiah. Saat kedua manik mata mereka
bertemu, serasa ada peluru yang menikam jantung keduanya. Barulah si petugas
menyadari akan kejanggalan suara si pemenang quiz yang sekarang berdiri di
hadapannya.
“Bagaimana kabarmu?”, sapa si pemenang
quiz. Terdapat aksen kaku di sapaannya kali ini.
Tak ada balasan dari lawan bicaranya.
Butuh waktu cukup lama bagi si petugas
untuk mengakui bahwa yang di hadapannya kali ini benar-benar orang yang
memiliki wajah yang terpatri persis dengannya.
“Permisi, izinkan saya pulang”, ucap
si petugas setelah meletakkan hadiah di atas meja lobi.
“Rifky, tunggu! Pulanglah ke rumah”,
sahut si pemenang quiz.
Si petugas tak menghiraukannya. Ia
tetap berlalu keluar menuju kos tersayangnya.
-----
Keesokan harinya, Rifky hanya menghabiskan
hari Minggunya di dalam kamar kosnya. Sungguh, perasaan itu berkecamuk luar
biasa hebat. Tak dapat diverbalkan dengan kata-kata.
Setelah kejadian malam itu, Rifky
kehilangan moodnya untuk
beraktivitas. Teman-teman Rifky mendapati keanehan pada diri Rifky yang tidak
seperti biasanya. Ia menjadi lebih sering murung dan menyendiri.
Hari Selasa, seusai kuliah, Rifky
langsung kembali ke kos tersayangnya. Hari itu, ia absen dari rutinitas
wajibnya. Saat perjalanan pulang, Rifky merasa ada seseorang yang mengikutinya
sedari tadi. Tidak salah lagi.
“Rizky Mahendra...”
“Kepekaanmu masih sama seperti dulu”,
sahut orang yang mengikuti Rifky sejak tadi.
“Ada perlu apa?”, tanya Rifky ketus kepada
saudara kembarnya itu.
“Pulanglah ke rumah. Ayah rindu
denganmu, sungguh”, jawab Rizky.
“Maaf, aku tidak bisa”, ujar Rifky.
“Mengapa?”, tanya Rizky penasaran.
“Kau masih tanya mengapa? Kalau bukan
karena ulahmu, Ibu masih ada sampai sekarang!”, ucap Rifky separuh emosi.
“Itu bukan sepenuhnya salahku. Takdir
sudah menuliskannya sedemikian rupa”, bela Rizky lirih.
“Bukan salahmu? Lalu siapa anak kecil
yang sibuk bermain gadgetnya hingga ia nyaris tertabrak dan seorang malaikat
menolongnya sampai malaikat itu tewas? Siapa???!!!”, gertak Rifky. Ia tak dapat
menahan emosi yang sudah buncah di dadanya.
Rizky terdiam...
“Tak bisa menyangkal? Memang benar,
teknologi telah merubah pola hidup manusia. Menjauhkan yang dekat, mendekatkan
yang jauh”, timpal Rifky.
“Lalu dengan tindakanmu yang pergi
dari rumah 10 tahun lamanya mampu mengembalikan ibu ke dunia lagi? Apakah itu
yang disebut solusi?”, ujar Rizky.
“CUKUP!! Kau tak berhak menyebut kata
ibu yang begitu mulia menolongmu”, sanggah Rifky.
“Perlu kau ingat! Kita lahir dari
rahim yang sama, dari rahim Ibu!”, bela Rizky.
“Tolong, apabila kau berubah pikiran,
segeralah pulang ke rumah. Ayah sakit karena terlalu merindukanmu”, pesan Rizky
sebelum pergi meninggalkan Rifky.
Setelah menyampaikan pesan ayahnya, Rizky
bergegas pulang ke rumah. Saat akan menyeberang jalan, ia tak melihat ada mobil
dari sisi Timur. Hampir saja ia tertabrak apabila tidak ada cengkraman tangan
yang menariknya.
“Kau tak pernah belajar dari masa
lalu”, Rizky menoleh ke arah pemilik suara.
“Aku ikut pulang denganmu, demi Ayah”,
ucapan Rifky memberi senyuman lega di hati Rizky.
-----
Rumah itu masih sama seperti 10 tahun
silam. Masih tetap dengan catnya yang berwarna biru khas. Terdapat banyak
ornamen-ornamen tambahan yang membuat rumah itu terkesan minimalis. Tetapi, ada
satu ornamen yang tidak mengalami perubahan sama sekali, tetap sama seperti
dulu. Kursi dan meja kayu jati yang tertata rapi di teras rumah. Tempat
bernaung penghuni rumah untuk bersendau gurau bersama. Lebih tepatnya tempat
memorial ketika si kembar sedang bertengkar berebut mainan.
“Tunggulah di sini sebentar. Aku akan
memberi tahu Ayah kalau anaknya telah kembali pulang ke rumah”, ujar Rizky
seraya meninggalkan Rifky sendiri di ruang keluarga.
Karena diselimuti rasa rindu yang
dalam pada rumahnya, Rifky beranjak untuk sekedar mengobati rasa rindunya.
Hingga sampailah ia di kamar masa kecilnya dulu. Kini kamar itu hanya berisi
satu tempat tidur karena hanya satu orang yang menghuninya.
Banyak sekali perubahan yang ia
dapati. Tak seperti kamar seorang bocah SD, namun berubah layaknya kamar
seorang mahasiswa teladan. Banyak koleksi buku-buku yang tertata rapi di rak berornamen
kayu jati itu. Ada satu rak yang menarik perhatian Rifky. Tidak seperti rak
lain yang berisi buku, rak tersebut berisi mainan yang sepantasnya dimainkan
oleh bocah SD. Rifky mendekati rak tersebut. Ternyata ada secarik kertas yang
menempel pada setiap mainan itu.
Rifky,
ini hadiah ulang tahun kita dari Papa. Aku simpan untukmu ya. Cepatlah pulang,
lalu kita bermain bersama. Aku kesepian... (Rizky)
Rifky tertegun membaca pesan yang
ada di kertas itu. Dilihatnya lagi kertas-kertas yang lain.
Rifky,
tadi di sekolah ada abang penjual mainan. Ini aku belikan stiker favoritmu.
Semoga kau suka ya. Aku kangen denganmu... (Rizky)
Tenggorokan Rifky tercekat. Nurani dan
logikanya beradu argumen. Tak memberi celah untuk Rifky bernafas. Luapan
emosinya yang ia pendam selama 10 tahun kini pecah. Matanya tak dapat
membendung lagi air mata yang hampir menetes. Sungguh, dalam lubuk hati yang
terdalam, ia sangat rindu dengan saudara kembarnya. Kini, benteng yang membatasi ikatan batin antara mereka, runtuh seketika.
“Ambil saja mainan itu. Aku tak akan
berebut lagi denganmu”, kata seseorang yang sudah berdiri di pintu kamar tanpa
sepengetahuan Rifky.
Segera Rifky menghampiri si pemilik
suara, lalu memeluknya erat-erat. Si pemilik suara pun membalas pelukan kebahagiaan
itu tak kalah erat.
“Aku rindu padamu...”, ujar Rifky
kepada seseorang yang dipeluknya, yang tak lain adalah Rizky, saudara kembarnya.
“Aku lebih dari sekedar rindu asal kau
tahu”, sahut Rizky.
Keduanya saling merekatkan pelukan
mereka.
“Ayah sudah menunggu di ruang
keluarga”, ucap Rizky seraya melepaskan pelukan kebahagiaan itu. Keduanya
lantas menuju ruang keluarga menghampiri Ayah mereka.
“Ayah...maafkan Rifky”, ujar Rifky
sambil memeluk Ayahnya.
“Kau kemana saja, nak? Ayah khawatir
denganmu” jawab sang Ayah sambil mengelus kepala anaknya.
“Maafkan Rifky telah membuat Ayah
khawatir”, sahut Rifky tulus.
“Ah...sudahlah, yang penting sekarang
kau kembali pulang ke rumah ini”, ucap Ayah.
“Ayah, aku ingin berkunjung ke makam
ibu”, ujar Rifky memohon.
“Baiklah, kita akan ziarah
bersama-sama. Mengenai insiden 10 tahun lalu, sebenarnya, luka akibat
kecelakaan itu tidak parah. Namun, benturan yang mengenai ibu cukup keras,
sehingga memberikan shock effect bagi
ibu. Perlu kau ketahui bahwa ibu memiliki jantung yang lemah. Sehingga Tuhan
berkehendak demikian”, jelas Ayah singkat dan padat namun hati-hati.
“Ya Tuhan...aku sudah berspekulasi
yang tidak-tidak”, rintih Rifky.
Kini ia mengerti maksud dibalik perkataan
Rizky tadi siang. Ia semakin merasa bersalah kepada Rizky. Dipeluknya sekali
lagi saudara kembarnya itu.
-----
Pemakaman
Umum Kusumanegara...
Langit sore memancarkan cahaya
jingganya. Memberikan siluet pepohonan yang melambai tertiup angin.
“Ibu, kami datang. Maafkan Rifky yang
telah membuat kalian semua khawatir. Semoga ibu damai di sisi-Nya”, ujar Rifky.
“Semoga ibu bahagia di alam surga...”,
tambah Rizky.
“Ibu pasti senang melihat anaknya sudah
akur kembali. Ibu pasti tersenyum bahagia melihat kita berkumpul bersama lagi”,
ucap Ayah seraya merangkul kedua putranya.
Ketiganya lantas berdiri dan pulang ke
rumah dengan perasaan luar biasa bahagia.
“Kadang, mata hanya
menangkap sebuah ilusi yang tidak selaras dengan kenyataan...”
~ TAMAT ~
0 komentar:
Posting Komentar