Sabtu, 04 Oktober 2014

Fatamorgana



“106.1 Geronimo FM... Music History, disiarkan langsung dari Gayam, Yogyakarta, kembali hadir menemani waktu santai kalian para kanca muda, ditemani Rifky Mahendra cowok ganteng nan keren ini, hehe. Dalam 60 menit ke depan, Music History akan nge-share berbagai topik-topik menarik seputar dunia musik, yang tentunya akan nambah wawasan kalian kanca muda. Tak ketinggalan, di akhir acara akan ada quiz seru yang pemenangnya akan diumumkan tiap minggunya. So, jangan kemana-mana, stay tune... Raisa with Pemeran Utama, enjoy!”
                Di seberang sana, seseorang sedang duduk termangu mendengarkan celotehan si penyiar radio...
                Kanca muda, tak terasa hampir 60 menit kita sharing bareng seputar dunia musik. Nah, sekarang saatnya quiz! Bagi kanca muda yang mau ikutan quiz, simak pertanyaannya baik-baik. Pertanyaannya gampang, kisaran tahun berapakah musik rock muncul pertama kali? Nah, bagi yang anteng dengerin Music History dari awal sampai akhir, pasti tau jawabannya. Langsung aja telepon ke nomor 081-810324 sekali lagi telepon ke nomor 081-810324.”
                “Ayo kanca muda, bagi yang udah tau jawabannya langsung aja telepon ke nomor 081-810324. Oh..ternyata udah ada telepon yang masuk. Halo, selamat sore. Dengan siapa, di mana?”
                “Selamat sore. Dengan Hendra di Tamansiswa.”
Suara itu... rasanya tak asing lagi di telingaku, tapi... batin Rifky.
“Yak, dengan Mas Hendra di Tamansiswa. Langsung aja Mas Hendra jawabannya?”
“Pertengahan tahun 1950-an.”
“Oke, terimakasih atas jawabannya Mas Hendra di Tamansiswa. Pemenang akan diumumkan akhir pekan nanti. Yak, langsung saja penelpon kedua. Halo?...”
----
Sore itu, langit sedang murung. Seakan ingin meluapkan kesedihannya melalui ritmis andalannya. Seusai melakoni perannya sebagai penyiar radio, Rifky bergegas pulang ke kos kesayangannya sebelum terlanjur basah. Menunggu memang membosankan. Itulah yang dirasakan Rifky saat menanti kedatangan bus kota yang akan mengantarkannya pulang. Dilihatnya layar ponsel miliknya. Pukul 16.40, pantas saja... batin Rifky. Di sela-sela penantiannya, ia menangkap bayangan sosok ibu bersama kedua anaknya yang kembar di halte seberang. Deg. Jantung Rifky seakan berhenti sepersekian detik. Pikirannya melayang ke memori masa lalu. Karena terlalu asyik dengan tarian memorinya, Rifky tak menyadari kedatangan bus kota yang telah ia nanti sejak lama. Hingga seorang penjual angkringan menyadarkan lamunannya.
             “Mas, busnya sudah datang.”
Rifky tersadar dari memori lalu yang berhasil menghipnotisnya.
“Oh, baik. Terimakasih, Bu.”
Segera ia menaiki bus kota jurusannya, karena langit mulai menjatuhkan rintik hujan.
                ­Hari Sabtu. Tak ada kesibukan yang padat. Rifky kembali menjalankan profesinya dengan leluasa karena tak ada aktivitas perkuliahan yang melelahkan. Suara renyah Rifky kembali mewarnai gelombang frekuensi radio.
                “Selamat sore, kanca muda. Nggak kerasa udah weekend aja ya. Bagi para jomblo yang keki nggak ada gebetan eh nggak ada kerjaan, jangan galau. Hehe. Sesuai janji beberapa hari yang lalu, Rifky bakal ngumumin pemenang quiz Music History. Berdoalah bagi kalian yang jomblo, semoga nasib baik menghampiri kalian. Lumayan lho hadiahnya, bisa buat makan enak bareng temen untuk beberapa hari ke depan. Itung-itung program tambah gizi lah buat kalian yang tiap hari makan mie instan doang di kos-kosan, hehe. Oke, langsung aja Rifky bacain pemenangnya. Dan pemenangnya adalah... jeng jeng... Selamat untuk Hendra di Tamansiswa!!! *prokprokprok* Hadiah bisa diambil langsung di Geronimo FM sampai pukul 22.00 WIB sabtu malam ini juga. Buat kalian yang belum beruntung, jangan sedih. Bisa coba lagi di lain kesempatan. Oke, guys? Good luck!”

                Pukul 20.00 WIB...
Seseorang telah menunggu di lobi Radio Geronimo.
“Lho, Mas Rifky tumben duduk sendirian di lobi?”, tanya seorang office boy. Orang tersebut hanya menjawabnya dengan senyuman. Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya tiba petugas yang membawakan hadiah. Saat kedua manik mata mereka bertemu, serasa ada peluru yang menikam jantung keduanya. Barulah si petugas menyadari akan kejanggalan suara si pemenang quiz yang sekarang berdiri di hadapannya.
“Bagaimana kabarmu?”, sapa si pemenang quiz. Terdapat aksen kaku di sapaannya kali ini.
Tak ada balasan dari lawan bicaranya.
Butuh waktu cukup lama bagi si petugas untuk mengakui bahwa yang di hadapannya kali ini benar-benar orang yang memiliki wajah yang terpatri persis dengannya.
“Permisi, izinkan saya pulang”, ucap si petugas setelah meletakkan hadiah di atas meja lobi.
“Rifky, tunggu! Pulanglah ke rumah”, sahut si pemenang quiz.
Si petugas tak menghiraukannya. Ia tetap berlalu keluar menuju kos tersayangnya.
-----

Keesokan harinya, Rifky hanya menghabiskan hari Minggunya di dalam kamar kosnya. Sungguh, perasaan itu berkecamuk luar biasa hebat. Tak dapat diverbalkan dengan kata-kata.
Setelah kejadian malam itu, Rifky kehilangan moodnya untuk beraktivitas. Teman-teman Rifky mendapati keanehan pada diri Rifky yang tidak seperti biasanya. Ia menjadi lebih sering murung dan menyendiri.
Hari Selasa, seusai kuliah, Rifky langsung kembali ke kos tersayangnya. Hari itu, ia absen dari rutinitas wajibnya. Saat perjalanan pulang, Rifky merasa ada seseorang yang mengikutinya sedari tadi. Tidak salah lagi.
“Rizky Mahendra...”
“Kepekaanmu masih sama seperti dulu”, sahut orang yang mengikuti Rifky sejak tadi.
“Ada perlu apa?”, tanya Rifky ketus kepada saudara kembarnya itu.
“Pulanglah ke rumah. Ayah rindu denganmu, sungguh”, jawab Rizky.
“Maaf, aku tidak bisa”, ujar Rifky.
“Mengapa?”, tanya Rizky penasaran.
“Kau masih tanya mengapa? Kalau bukan karena ulahmu, Ibu masih ada sampai sekarang!”, ucap Rifky separuh emosi.
“Itu bukan sepenuhnya salahku. Takdir sudah menuliskannya sedemikian rupa”, bela Rizky lirih.
“Bukan salahmu? Lalu siapa anak kecil yang sibuk bermain gadgetnya hingga ia nyaris tertabrak dan seorang malaikat menolongnya sampai malaikat itu tewas? Siapa???!!!”, gertak Rifky. Ia tak dapat menahan emosi yang sudah buncah di dadanya.
Rizky terdiam...
“Tak bisa menyangkal? Memang benar, teknologi telah merubah pola hidup manusia. Menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh”, timpal Rifky.
“Lalu dengan tindakanmu yang pergi dari rumah 10 tahun lamanya mampu mengembalikan ibu ke dunia lagi? Apakah itu yang disebut solusi?”, ujar Rizky.
“CUKUP!! Kau tak berhak menyebut kata ibu yang begitu mulia menolongmu”, sanggah Rifky.
“Perlu kau ingat! Kita lahir dari rahim yang sama, dari rahim Ibu!”, bela Rizky.
“Tolong, apabila kau berubah pikiran, segeralah pulang ke rumah. Ayah sakit karena terlalu merindukanmu”, pesan Rizky sebelum pergi meninggalkan Rifky.
Setelah menyampaikan pesan ayahnya, Rizky bergegas pulang ke rumah. Saat akan menyeberang jalan, ia tak melihat ada mobil dari sisi Timur. Hampir saja ia tertabrak apabila tidak ada cengkraman tangan yang menariknya.
“Kau tak pernah belajar dari masa lalu”, Rizky menoleh ke arah pemilik suara.
“Aku ikut pulang denganmu, demi Ayah”, ucapan Rifky memberi senyuman lega di hati Rizky.
-----
Rumah itu masih sama seperti 10 tahun silam. Masih tetap dengan catnya yang berwarna biru khas. Terdapat banyak ornamen-ornamen tambahan yang membuat rumah itu terkesan minimalis. Tetapi, ada satu ornamen yang tidak mengalami perubahan sama sekali, tetap sama seperti dulu. Kursi dan meja kayu jati yang tertata rapi di teras rumah. Tempat bernaung penghuni rumah untuk bersendau gurau bersama. Lebih tepatnya tempat memorial ketika si kembar sedang bertengkar berebut mainan.
“Tunggulah di sini sebentar. Aku akan memberi tahu Ayah kalau anaknya telah kembali pulang ke rumah”, ujar Rizky seraya meninggalkan Rifky sendiri di ruang keluarga.
Karena diselimuti rasa rindu yang dalam pada rumahnya, Rifky beranjak untuk sekedar mengobati rasa rindunya. Hingga sampailah ia di kamar masa kecilnya dulu. Kini kamar itu hanya berisi satu tempat tidur karena hanya satu orang yang menghuninya.
Banyak sekali perubahan yang ia dapati. Tak seperti kamar seorang bocah SD, namun berubah layaknya kamar seorang mahasiswa teladan. Banyak koleksi buku-buku yang tertata rapi di rak berornamen kayu jati itu. Ada satu rak yang menarik perhatian Rifky. Tidak seperti rak lain yang berisi buku, rak tersebut berisi mainan yang sepantasnya dimainkan oleh bocah SD. Rifky mendekati rak tersebut. Ternyata ada secarik kertas yang menempel pada setiap mainan itu.

Rifky, ini hadiah ulang tahun kita dari Papa. Aku simpan untukmu ya. Cepatlah pulang, lalu kita bermain bersama. Aku kesepian... (Rizky)

Rifky tertegun membaca pesan yang ada di kertas itu. Dilihatnya lagi kertas-kertas yang lain.

Rifky, tadi di sekolah ada abang penjual mainan. Ini aku belikan stiker favoritmu. Semoga kau suka ya. Aku kangen denganmu... (Rizky)

Tenggorokan Rifky tercekat. Nurani dan logikanya beradu argumen. Tak memberi celah untuk Rifky bernafas. Luapan emosinya yang ia pendam selama 10 tahun kini pecah. Matanya tak dapat membendung lagi air mata yang hampir menetes. Sungguh, dalam lubuk hati yang terdalam, ia sangat rindu dengan saudara kembarnya. Kini, benteng yang membatasi ikatan batin antara mereka, runtuh seketika.
“Ambil saja mainan itu. Aku tak akan berebut lagi denganmu”, kata seseorang yang sudah berdiri di pintu kamar tanpa sepengetahuan Rifky.
Segera Rifky menghampiri si pemilik suara, lalu memeluknya erat-erat. Si pemilik suara pun membalas pelukan kebahagiaan itu tak kalah erat.
“Aku rindu padamu...”, ujar Rifky kepada seseorang yang dipeluknya, yang tak lain adalah Rizky, saudara kembarnya.
“Aku lebih dari sekedar rindu asal kau tahu”, sahut Rizky.
Keduanya saling merekatkan pelukan mereka.
“Ayah sudah menunggu di ruang keluarga”, ucap Rizky seraya melepaskan pelukan kebahagiaan itu. Keduanya lantas menuju ruang keluarga menghampiri Ayah mereka.
“Ayah...maafkan Rifky”, ujar Rifky sambil memeluk Ayahnya.
“Kau kemana saja, nak? Ayah khawatir denganmu” jawab sang Ayah sambil mengelus kepala anaknya.
“Maafkan Rifky telah membuat Ayah khawatir”, sahut Rifky tulus.
“Ah...sudahlah, yang penting sekarang kau kembali pulang ke rumah ini”, ucap Ayah.
“Ayah, aku ingin berkunjung ke makam ibu”, ujar Rifky memohon.
“Baiklah, kita akan ziarah bersama-sama. Mengenai insiden 10 tahun lalu, sebenarnya, luka akibat kecelakaan itu tidak parah. Namun, benturan yang mengenai ibu cukup keras, sehingga memberikan shock effect bagi ibu. Perlu kau ketahui bahwa ibu memiliki jantung yang lemah. Sehingga Tuhan berkehendak demikian”, jelas Ayah singkat dan padat namun hati-hati.
“Ya Tuhan...aku sudah berspekulasi yang tidak-tidak”, rintih Rifky.
Kini ia mengerti maksud dibalik perkataan Rizky tadi siang. Ia semakin merasa bersalah kepada Rizky. Dipeluknya sekali lagi saudara kembarnya itu.

-----

Pemakaman Umum Kusumanegara...
Langit sore memancarkan cahaya jingganya. Memberikan siluet pepohonan yang melambai tertiup angin.
“Ibu, kami datang. Maafkan Rifky yang telah membuat kalian semua khawatir. Semoga ibu damai di sisi-Nya”, ujar Rifky.
“Semoga ibu bahagia di alam surga...”, tambah Rizky.
“Ibu pasti senang melihat anaknya sudah akur kembali. Ibu pasti tersenyum bahagia melihat kita berkumpul bersama lagi”, ucap Ayah seraya merangkul kedua putranya.
Ketiganya lantas berdiri dan pulang ke rumah dengan perasaan luar biasa bahagia.



“Kadang, mata hanya menangkap sebuah ilusi yang tidak selaras dengan kenyataan...”


~ TAMAT ~

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar